Suku Osing adalah suku asli Banyuwangi, Jawa Timur, dan dikenal memiliki budaya yang unik dan kaya. Budaya yang paling ditakuti adalah praktik santetnya.
Ajian pelet Jaran Goyang sangat melekat bagi Banyuwangi yang dikenal sebagai daerah dengan budaya mistis. Jaran Goyang tersebut menjadi salah satu dari kebudayaan Suku Osing, suku yang mendiami beberapa kecamatan di Kabupaten Banyuwangi.
Konon, mereka adalah keturunan dari rakyat Blambangan pada zaman Majapahit. Mereka mengasingkan diri ke Blambangan atau Banyuwangi sekitar abad ke-19 dan terus bermukim di sana sampai sekarang.
Kata Osing sendiri sering dibaca Using, yang artinya ‘tidak’. Itu karena pada zaman dahulu, penduduk menolak keras pengaruh yang berasal dari luar sehingga budayanya masih sangat kental. Oleh karena itu, yuk intip seputar fakta menarik mengenai suku di Banyuwangi ini.
Sejarah dan Budaya Suku Osing
1. Sejarah Suku Osing
Seperti masyarakat pada masa Kerajaan Majapahit lainnya, pada awalnya Suku Osing juga menganut kepercayaan Hindu-Buddha. Namun banyak yang mulai memeluk Islam karena Kerajaan Islam di Pantura yang berkembang pesat. Datangnya VOC yang ingin menguasai Blambangan juga membuat berbagai kepercayaan lain ikut berkembang di sana.
Kecamatan Srono, Cluring, Songgon, Singojuruh, Sempu, Licin, Kabat, Rogojampi, serta Blimbingsari menjadi beberapa kecamatan di bagian tengah dan timur Banyuwangi yang menjadi tempat tinggal bagi sejumlah Suku Osing. Namun telah banyak bercampur dengan penduduk migran seperti dari Madura.
Mayoritas berprofesi sebagai petani karena di Banyuwangi ada banyak persawahan dan perkebunan. Sisanya bekerja sebagai pedagang, buruh, nelayan, tukang kayu, hingga berbagai pekerjaan formal seperti dosen, guru, tenaga kesehatan, maupun karyawan di perusahaan tertentu.
2. Pakaian Adat Osing
Memiliki kebudayaan yang masih sangat kental, suku di Banyuwangi ini punya pakaian khas yang digunakan sehari-hari maupun pada momen tertentu. Untuk sehari-hari, biasanya para wanita akan menggunakan atasan kebaya semi brokat yang memiliki bawahan hitam. Kemudian dikombinasikan dengan kain jarik sebagai bawahannya.
Sementara para pria menggunakan pakaian biasa karena mereka bekerja di sawah sehari-hari. Namun untuk menghadiri acara resmi, biasanya penduduk setempat akan menggunakan busana bernama Jebeng Thulik. Jebeng berupa kebaya lengan panjang yang memiliki bordir tanpa menggunakan kutu baru.
Thulik untuk pria, berupa baju lengan panjang polos yang menampilkan model dengan ciri khas Jawa Timur. Kesannya sederhana namun elegan, apalagi para wanita akan menggunakan sanggul khas Banyuwangi.
Selain itu ada busana pengantin yang mirip pengantin Bali, tapi ada lebih banyak hiasan dan aksesoris yang digunakan di sini. Seperti gelang motif ular, kembang goyang, dan lain-lain.
3. Kesenian Suku Osing
Suku Osing juga punya kesenian berupa Tari Gandrung yang menjadi ikon Kota Banyuwangi. Hal ini membuat Banyuwangi sering disebut dengan julukan Kota Gandrung oleh masyarakat setempat maupun para pendatang dari luar.
Saat ada tamu, biasanya tarian akan dipentaskan selama acara adat. Sifatnya sekarang sudah tidak terlalu sakral seperti dulu, jadi dapat secara bebas dipentaskan di berbagai acara.
Selain Tari Gandrung, Suku Osing juga memiliki kesenian berbau mistis layaknya Tari Barong hingga Jaranan yang menarik disaksikan pada berbagai acara.
4. Tradisi Khas
Suku di Banyuwangi ini punya tradisi khas yang akan dilakukan secara rutin. Barong Ider Bumi merupakan salah satu tradisi yang masih terus dilakukan hingga sekarang. Biasanya menjadi bagian dari acara bersih desa, acara khitanan, pernikahan, maupun acara besar lainnya.
Saat dipentaskan, dibutuhkan pendampingan khusus karena Barong Ider Bumi kental dengan mistis. Kemudian ada pula tradisi puputan yang mirip dengan di Bali. Itu karena di Banyuwangi pernah terjadi perang besar pada tahun 1771.
Perang besar-besaran untuk mempertahankan daerah dan melawan musuh tersebut disebut Puputan Bayu. Masyarakat terus melestarikan tradisi untuk mengenang para korban jiwa.
5. Rumah Adat
Anda bisa melihat secara langsung uniknya rumat adat Suku Osing di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. Desa ini dipilih sebagai desa adat setelah pemerintah menyadari besarnya potensi kebudayaan suku yang mendiami daerah setempat. Rumah adat yang ditetapkan sebagai cagar budaya ini dibangun tidak boleh menghadap ke arah gunung.
Dalam aturan adat pembangunannya, rumah harus dibuat menghadap ke jalan raya dan ditentukan oleh hari kematian orang tua. Hari Kamis menghadap ke utara, hari Selasa menghadap ke timur, hari Rabu menghadap ke selatan, dan hari Senin serta Minggu menghadap ke Barat.
Bahan rumah terbuat dari anyaman bambu dan kayu dengan dengan empat pilar kayu sebagai bentuk dasarnya. Bagian dalam terdiri dari bale dan pawon tanpa adanya jendela. Kamar tidur orang tua diletakkan di bagian paling belakang, sementara kamar tidur anak akan ditempatkan di depan. Dimana satu rumah hanya boleh diisi oleh satu keluarga utuh.
6. Bahasa yang Digunakan
Bahasa yang digunakan oleh Suku Osing tidak seperti suku lainnya di Pulau Jawa, sebab mereka masih mempertahankan bahasa aslinya sendiri. Dimana bahasa tersebut merupakan turunan langsung dari Jawa Kuno, yang mendapatkan pengaruh dari bahasa Bali.
Ciri khas dari bahasa ini yaitu terdapat lantunan dialek bahasa Jawa yang dapat menggambarkan jati diri Banyuwangi. Jadi saat orang dari suku tersebut berbicara, anda pasti dapat menemukan perbedaannya yang sangat signifikan dari bahasa Jawa pada umumnya.
Jenis Santet Suku Osing yang Paling Ditakuti
Budaya Santet Hitam
Tampaknya sudah menjadi rahasia umum jika daerah Banyuwangi terkenal akan budaya santetnya, bahkan banyak yang memberi julukan Banyuwangi sebagai kota santet. Tahukah anda bahwa Suku Osing inilah yang membuat Banyuwangi memiliki julukan tersebut ? Santet yang populer yaitu santet hitam, dikenal sebagai ajian paling menakutkan dan mematikan.
Banyak orang tidak bertanggung jawab dipercaya telah menggunakan mantra hitam ini sebagai media kejahatan. Mereka mengambil harta benda korban hingga mengambil nyawanya. Korban yang terkena santet hitam biasanya mati secara mendadak dan sangat tidak lazim, seperti ada paku di dalam perut seseorang.
Budaya Santet Putih
Selain santet hitam, Suku Osing juga punya budaya santet putih yang merupakan kebalikan dari santet hitam. Santet putih ini bertujuan menangkal pengaruh sihir yang diberikan dari mantra hitam. Pengaruh sihir dari magis hitam juga bisa dihilangkan dengan menggunakan santet putih.
Budaya Santet Kuning
Berikutnya ada budaya santet kuning yang juga berkembang di beberapa daerah Banyuwangi. Fungsi santet ini yaitu memikat hati sang pujaan hati dengan cara memancarkan aura kasih sayang. Sebagai ilmu pengasihan, santet kuning tidak terlalu berbahaya layaknya santet hitam.
Budaya Santet Merah
Santet merah sama berbahayanya dengan santet hitam, meskipun ilmu sihir ini tidak sampai menyebabkan kematian pada orang lain. Pasalnya santet merah dapat membuat hidup seseorang menjadi sengsara, seperti menyebabkan kecelakaan secara misterius maupun sakit yang sulit disembuhkan oleh dokter.
Itulah beberapa fakta menarik dari Suku Osing yang ada di Banyuwangi, apakah anda sudah tahu? Jika penasaran ingin melihat secara langsung seperti apa budaya suku yang masih begitu kental, anda bisa datang langsung ke sana. Ada banyak kecamatan di Banyuwangi yang menjadi tempat tinggal sebagian besar Suku Osing.