Map: Cek Lokasi Alamat: Waduk Rawapening, Kab. Semarang, Jawa Tengah. |
Cerita rakyat semacam legenda atau asal-usul sepertinya sudah melekat di masyarakat Indonesia. Terbukti dengan beberapa tempat seperti gunung, danau, hingga candi yang asal-usulnya banyak dikaitkan dengan kisah tertentu di zaman lampau. Meskipun terkadang sulit diterima akal, tapi kisah semacam ini seperti sudah melekat dengan tradisi dan budaya masyarakat setempat. Bahkan cerita yang melegenda ini dikisahkan secara turun-temurun.
Salah satu legenda yang populer di masyarakat adalah Legenda Rawa Pening. Berasal dari Jawa Tengah, legenda ini mengisahkan asal-usul suatu rawa atau danau yang bernama sama. Kawasan dari danau yang sarat legenda ini berada di Kab. Semarang, Jawa Tengah. Legenda tidak hanya sebatas menceritakan asal-usul saja, namun juga mengandung banyak pesan moral bagi pendengarnya.
Sekilas Tentang Rawa Pening
Rawa Pening merupakan sebuah danau alami yang eksotis dan berada di Jawa Tengah. Kata ‘Pening’ bisa diartikan dengan wening atau hening, yang menjadi representasi dari penampakan danau ini sendiri. Jika dilihat dari jauh, danau ini terlihat tenang dan damai. Luas danau ini sekitar 2,6 hektar dan menempati area di lereng Gunung Ungaran, Gunung Telomoyo, dan Gunung Merbabu.
Karena danau ini menempati area terendah dan cekung dari ketiga gunung tersebut, danai ini menjadi hulu Sungai Tuntang. Danau ini berada di ketinggian 463 mdpl, sementara kedalaman maksimalnya hanya di angka 3 meter saja. Maka dari itu, danau ini termasuk danau yang dangkal. Akan tetapi, pemandangan danau ini cukup mempesona hingga dijadikan tempat wisata hingga saat ini.
Dalam legenda yang tersebar di masyarakat, danau ini konon dijaga oleh sebuah naga berukuran besar yang tinggal di dasarnya. Nama naga tersebut adalah Bayu Klinthing, ada legenda tersendiri tentang naga ini. Naga tersebut dipercaya sebagai pelindung danau ini dan lingkungan sekitarnya oleh masyarakat. Ingin tahu kisah menarik ini lebih lanjut? Temukan detailnya di bawah!
Legenda Rawa Pening
Awal kisah dimulai dari Desa Ngasem yang berada di lereng Gunung Telomoyo. Di sebuah desa, Ki Sela Gondang sebagai kepala desa yang bijaksana memimpin. Ia dikenal memiliki putri yang cantik, Endang Sawitri. Suatu hari, desa tersebut akan menyelenggarakan acara Merti Desa.
Acara tersebut membutuhkan sebuah benda pusaka sebagai tolak bala. Suatu hari, Ki Sela Gondang meminta putri tercintanya, Endang Sawitri, untuk mengunjungi sahabat baiknya, Ki Hajar Salokatara demi sebuah pusaka sakti. Sampai di sana, ia diberi mandat untuk membawa benda tersebut dan jangan meletakkannya di atas pangkuan.
Namun, selama misinya, Endang Sawitri melakukan kesalahan yang tidak terduga. Ia meletakan pusaka tersebut ke atas pangkuan, dan hasilnya ia pun hamil. Karena belum memiliki suami, maka ayahnya kemudian mendatangi Ki Hajar Salokantara untuk meminta bantuan. Akhirnya, muncul usul agar mereka berdua menjalin ikatan pernikahan.
Akhirnya Ki Hajar Salokantara pun dengan berat hati menikah dengan Endang Sawitri. Setelah waktu berlalu, Endang Sawitri melahirkan bayinya, ia terkejut karena anak yang dilahirkan adalah seorang siluman naga. Anak tersebut kemudian diberi nama Bayu Klinthing. Ia juga lahir dengan kutukan dari benda pusaka tersebut, wujudnya adalah setengah manusia dan naga.
Untuk membebaskan diri dari kutukan, Bayu Klinthing berusaha bertemu dengan ayahnya di Gunung Telomoyo. Ia diharuskan mengelilingi gunung tersebut dan menyatukan tubuhnya dalam wujud naga. Hal itu untuk membuktikan bahwa ia benar-benar anak dari Ki Hajar Salokantara, yang memiliki pusaka sakti tersebut.
Namun, di tengah usahanya untuk melilitkan tubuh di gunung, digagalkan oleh sekumpulan warga desa. Dalam sebuah ekspedisi, mereka berburu namun tidak satupun hewan yang berhasil ditemukan. Akhirnya mereka melihat benda seperti batang pohon yang ambruk dan dipotong-potomg. Ternyata, kegagalan mereka disebabkan oleh ekor Bayu Klinthing.
Akhirnya Bayu Klinthing kembali ke desa, ia datang ke para warga yang sedang berpesta. Ia berniat untuk meminta sedikit makanan. Namun karena penampilannya yang lusuh, ia pun tidak diterima dan dicemooh. Namun, ada satu orang yang mau membantunya, yaitu Nyai Latung yang merupakan seorang nenek tua.
Setelah mendapat pertolongan dari seorang nenek tua, Bayu Klinthing meminta bantuannya untuk mempersiapkan sebuah perahu. Setelah itu, ia pergi kembali kemana para warga berkumpul. Ia yang sakit hati karena kesombongan mereka pun membuat sayembara. Ia menancapkan sebuah lidi di tanah, dan menantang siapapun untuk mencabut lidi tersebut.
Hal yang mengejutkan adalah tidak ada yang bisa mencabut lidi misterius itu.Lalu, Bayu Klinthing mencabut sendiri lidi itu. Tidak lama, dari bekas cabutan lidi itu muncul air yang banyak. Melihat bahaya yang mengancam, warga desa dengan cepat mengetuk kentongan sebagai sinyal peringatan. Hingga akhirnya air tersebut lama-kelamaan merendam seluruh desa dan menewaskan semua warga yang sombong tersebut.
Terkecuali si nenek tua yang sudah diberi pesan untuk mempersiapkan perahu, semua orang tidak selamat. Air yang menggenangi desa tersebut berwarna jernih dan tenang, hingga akhirnya kubangan air tersebut disebut Rawa Pening. Dari legenda ini, ada beberapa pesan moral yang bisa dipetik para pendengarnya.
Pertama, selalu amanah, Endang Sawitri mendapatkan bala berupa kehamilan tanpa suami karena melanggar pesan dari Ki Hajar Salokantara. Kedua, selalu menolong, Nyai Latung menjadi orang baik yang suka menolong siapapun dan akhirnya ia menjadi satu-satunya yang selamat dalam tragedi tenggelamnya desa tersebut.
Dari situ pula, kita tahu bahwa legenda semacam ini tidak hanya sebagai budaya sastra saja. Namun, juga sebagai sebuah kisah yang bisa memberikan makna mendalam. Mungkin banyak orang yang menganggap bahwa kisah seperti ini tidak masuk akal, namun ini menjadi salah satu budaya yang turun-temurun dipercaya oleh masyarakat sekitar.
Wisata Rawa Pening
Rawa Pening tidak hanya terkenal dengan legendanya yang populer. Penampakan danau ini yang cantik dan tenang juga menjadi daya tarik tersendiri. Akibatnya, hingga kini danau ini menjadi destinasi wisata favorit di Jawa Tengah. Bahkan banyak pengunjung baik dari warga lokal hingga daerah lain datang untuk menikmati pemandangan menakjubkan di sini.
Karena lokasinya yang berada di lereng gunung, serta ada tiga gunUng yang mengapitnya, danau ini memiliki pemandangan alam yang luar biasa. Kamu bahkan bisa menyusuri danau jernih ini dengan perahu, loh! Pengalaman seperti ini tentu tidak terlupakan. Apalagi suasana dan hawa segar khas pegunungan juga sangat terasa. Dijamin liburan semacam ini akan memberi ketenangan pada otak dan pikiran.
Untuk bisa masuk ke tempat ini, pengunjung cukup merogoh kocek sebesar Rp. 2.500 saja. Sangat terjangkau, bukan? Di sini, bukan hanya pemandangan yang memikat hati, tapi juga spot foto yang akan memanjakan mata Anda. Sekaligus kamu bisa napak tilas legenda yang turun-temurun diceritakan masyarakat tentang asal-usul danau ini.
Mungkin banyak orang yang sudah tahu tentang Rawa Pening, namun apakah tahu pula tentang asal-usulnya? Legenda danau ini sangat populer di kalangan masyarakat. Tidak hanya sebatas cerita rakyat yang sarat akan kepercayaan turun-temurun, namun legenda danau ini juga memuat pesan moral yang sangat bermakna, loh!